Sepenggal tentang kita :
Aku mengenalmu.
Aku mengingatmu.
Kemudian aku jatuh hati padamu.
Keterbukaanmu yang membuatku iri;
keceriaanmu yang membuatku terpana; bahkan ditengah ombak yang menerjang, kau
masih menyungging sebuah senyum diujung bibirmu.
Optimis. Membuatku percaya
semuanya mungkin.
Meskipun perkenalan kita cukup
mengherankan, sebab tak pernah ku duga kita akan melangkah sejauh ini.
Meskipun kedekatan kita belum lah
lama, sebab aku tak menyangka kita akan sedalam ini; perasaanku; padamu.
Kemudian kau menarik ulur, seolah
kita sedang mengudara bak layang-layang.
Kau datang dan pergi
sekehendakmu; membuatku mencari, menunggu dan menangis.
Demikian aku berbuat sebaliknya,
kerap membuatmu berpacu dalam lara : Kita saling menyakiti. Entah, tanpa kita
sadari. Atau mungkin sebuah bentuk pembuktian diri, memungkiri perasaan yang
berkecamuk dalam hati : cinta.
Tapi aku banyak belajar; mengenai
arti sebuah kehidupan sesungguhnya. Tentang betapa kuatnya sebuah rasa. Tentang
permainan kata-kata. Kau mengingatkan aku betapa lidah tidak bertulang; betapa
cahaya pagi terasa begitu menyenangkan; betapa sebutir nasi jadi sangat
mengenyangkan.
Seketika aku sadar, sayapku
merindukan kepakannya; sekaligus tempat untuk pulang.
Meskipun kakiku terikat rantai
besi yang kuat; meskipun tubuhku bersayat, berdarah-darah penuh dengan kenangan
yang hitam : Kau masih disini, menggenggamku. Kau tidak beranjak, sekalipun
matamu telah berkaca-kaca dengan darah, dari hatiku.
Katakan padaku, apa aku masih
punya alasan lain untuk tidak jatuh hati padamu?
Kau menjauh.
Aku menjauh.
Kita
layaknya magnet satu kubu, saling menolak. Padahal tubuhku merindu, hatiku
mengadu.
Tatapan mataku kerap kosong
memandang arah, mencari dimana bayangmu. Secuil demi secuil kenangan ku
rengkuh, untuk tetap mengingatmu.
Heii, kamu! Ruang kosong ini
harus ku isi dengan apa?
Kau pikir mudah mencari bongkahan hati yang sesuai; ketika ruang ini hanya sanggup terisi olehmu?
No comments:
Post a Comment