.... ,
EPISODE PATAH HATI
1.
Sejenak teringat padamu,
ketika kau berusaha melarikan diri dari gemerlapnya dunia;
yang kau ciptakan sendiri.
tertatih-tatih meresapi diri yang tinggal kepingan-kepingan hati;
kau lelah bersusah payah merangkai jiwa.
aku tak percaya ini akan terjadi;
seperti aku tak percaya kau pernah datang;
akupun tak menyangka kau akan pergi;
sebab,
kedua bola mataku terus berputar mencari sisa-sisa bayang yang kau tinggalkan
dan ragaku masih setia memeluk kepingan-kepingan hati yang kau hancurkan.
Berharap,
setidaknya di suatu waktu nanti, kau merasai perih yang sama.
Persetan dengan kenangan!
Aku terlanjur larut dalam perih ini..
2.
Percayalah padaku, suatu saat nanti, akan ada seorang hawa yang mengeluhkanmu pada hidup;
lebih dari pada pesonaku.
dan kau; akan tahu rasanya luka, lebih dari kemurkaanku saat ini.
Ingatlah ucapku; suatu saat nanti, akan ada seorang bidadari yang menghujammu - bukan lagi dengan pedang atau samurai - tetapi oleh sepotong pecahan kaca; yang kau ciptakan dari kepalsuan kata-kata manismu.
dan ia akan mengoyak perlahan hidupmu; lebih berceceran daripada ku, saat ini.
mencercamu bukan dengan makian; melainkan lewat untaian kata-kata mutiara: yang menjanjikan siksa.
dan aku;
akan tersenyum dengan sangat bahagia,
mendapatimu tertelungkup. Menciumi bekas bercak-bercak kenangan di lantai itu.
Puas.
Aku akan sangat terpuaskan.
Oleh dendam duniawi, yang sempat kau titipkan; tepat; sebelum kau pergi,
meninggalkan duniaku.
3.
Aku seperti ditampar langit, diusir dari kubangan surga;
seketika aku baru sadar, Kaulah neraka.
Enyahkan bayangmu dari hidupku!
sebelum kucakar kau dengan kemurkaanku, yang kian menjadi.
relungku berdesir; seluruh ruang dan rasa jadi mati.
kau tak pantas hidup!
Aku akan membuatmu mati, supaya kau tahu rasanya hidup sepertiku; sebab telah merendahkanku begitu hina.
kau pasti akan tahu rasanya luka: lebih dari ini.
4.
Barisan sangkakala mengalun lantang dari bisikmu; mematikan.
Lagi-lagi aku jatuh terperangkap dilubang yang sama; aku hafal betul setiap lekuk dan aromanya, sarat akan kemunafikan.
Cintamu membunuh. Dan aku suka.
Aku mengais serpihan-serpihan kenangan yang tersisa; merangkainya menjadi senjata untuk kembali menaklukanmu.
Aku bangkit. Dari ringkuh pertapaanku yang tanpa hasil: diam.
Diam terlalu bisu hingga menelanjangiku satu demi satu, demi keinginan semu milikku.
Sungguh, aku ingin terjun dari dekapan perasaan ini; berenang bebas menuju ke lautan, hingga tenggelam.
Kemudian bergabung bersama ikan-ikan dan menemukan harapan.
3.
Aku seperti ditampar langit, diusir dari kubangan surga;
seketika aku baru sadar, Kaulah neraka.
Enyahkan bayangmu dari hidupku!
sebelum kucakar kau dengan kemurkaanku, yang kian menjadi.
relungku berdesir; seluruh ruang dan rasa jadi mati.
kau tak pantas hidup!
Aku akan membuatmu mati, supaya kau tahu rasanya hidup sepertiku; sebab telah merendahkanku begitu hina.
kau pasti akan tahu rasanya luka: lebih dari ini.
4.
Barisan sangkakala mengalun lantang dari bisikmu; mematikan.
Lagi-lagi aku jatuh terperangkap dilubang yang sama; aku hafal betul setiap lekuk dan aromanya, sarat akan kemunafikan.
Cintamu membunuh. Dan aku suka.
Aku mengais serpihan-serpihan kenangan yang tersisa; merangkainya menjadi senjata untuk kembali menaklukanmu.
Aku bangkit. Dari ringkuh pertapaanku yang tanpa hasil: diam.
Diam terlalu bisu hingga menelanjangiku satu demi satu, demi keinginan semu milikku.
Sungguh, aku ingin terjun dari dekapan perasaan ini; berenang bebas menuju ke lautan, hingga tenggelam.
Kemudian bergabung bersama ikan-ikan dan menemukan harapan.
Berdoa saja, semoga aku tak tertangkap jaring nelayan.
Dan menemukanmu selalu ada disudut ini; bolehkah kurobek kulit didadaku untuk menghapus jejakmu? Kau, terlalu dekat dengan hatiku.
Supaya aku selalu ingat saat ingin kembali; lukamu; nyata.
Kau. Dan aku. Ilusi dan kenyataan yang tak pernah bertemu.
5.
Tujuh kali, dalam tujuh minggu terakhir, tepat dibulan ketujuh kita saling menghujat dashyat.
Tujuh kali, dalam tujuh jam terakhir, kita kedapatan saling bertatap;
aku masih paham artinya.
akhirnya kita bertemu dalam satu ruang, dan berbincang dalam keheningan.
kau memainkan punai-punai asap ke udara, menuliskan kata maaf.
setelah sekian lama pertikaian kita, mampukah kita saling memaafkan?
hatiku berteriak lantang; tidak semudah itu. tidak pernah semudah itu!
bagaimana dengan rangkaian derai kesedihan yang tak pernah terputus?
bagaimana dengan kenangan-kenangan tentang masa depan?
bagaimana dengan ribuan waktu yang tersia-sia begitu saja?
aku, masih tidak bisa memaafkan diriku.
dan kau masih mengumbar maafmu dilangit-langit.
apa yang kau harap?
tujuh jam, tepat tujuh menit yang lalu, setelah percakapan tanpa kata-kata.. kau masih meninggalkan maaf di udara.
dan aku, menghirupnya lama. penuh dengan ketulusan.
kemudian menangis.
.
.
.
... lama.
aku tidak akan pernah memaafkanmu, jingga. aku butuh kau untuk menggenapi warnaku;
atau hujan tak akan berhenti.
dan pelangi tak pernah terlihat lagi.
6.
Nelangsa.
Dinding disudut hatiku retak perlahan, namun pasti. Sebentar lagi tak lebih dari sebuah puing.
Termakan massa: Cintamu.
Menatap luruh saat kau memeluknya. Aku sangat berusaha tersenyum.
Membisikkan rindu pada angin yang bertiup ditelingamu.
Sekali saja, diamlah. Dan dengarkan aku.
Hujan turun. Dingin menyambut.
Bahkan aku telah menggigil lebih dulu, menggagu supaya tersamar saat menyeru namamu.
Mereka tak perlu tahu seberapa dalam aku menggilaimu.. Sst, ini rahasiaku.
Tatapanmu adalah keteduhan yang mematikan.
Dulu, kini, dan selamanya.
Aku selalu kalah telak disana. Mati berkali-kali hanya untuk berulang menikmatinya.
Terlena. Dan terlalu ikhlas.
Merasakan tiap ngilu yang berdenyut saat kau menatapnya penuh cinta.
Ah. Gila!
Jika patah hati adalah hukuman atas kecintaanku padamu, biarlah aku patah berkeping-keping.
Dan tak pernah utuh.
Berkali-kali.
Dan tak habis-habis.
Selalu.
7.
Setapak demi setapak jalan yang kulewati masih terasa sama.
Aroma mu semerbak menghantui, ayalnya bangkai ditengah padang bunga;
busuk, tapi terhirup.
Mau tak mau.
Puzzle pertikaian kita tak kunjung usai: aku mulai menyerah.
Dimana kepingan terakhir kau sembunyikan?
Kumohon, aku ingin menyelesaikan.
Agar bisa ku bingkai di pusara, untuk kenangan tentang kita.
Namun agaknya kau enggan mengakhiri, segala rasa dan kenangan yang kau cipta.
Aku meracau!
kemudian ku bongkar lagi puzzle itu, ku susun kembali pertikaian kita dari awal.
Agar kau juga turut menikmati,
Bagaimana sulitnya..
aku..
melupakanmu.
No comments:
Post a Comment