Saturday, July 14, 2012

Relief Candu

.... ,

Ranjang disudut itu,
Masih menyimpan wangi tubuhmu.
Memutar kembali permainan waktu, yang tak pernah bisa menghilang dari ingatanku.

Masih teringat setiap sentuhanmu, yang hingga kini larut menyertaiku.
Bisikan manjamu; desahan nakalmu; janji-janji manismu.
Semua masih terekam dengan seksama di telingaku.
Jemari-jemarimu mengalun melantun lagu cinta disekujur tubuhku. Membelai tiap desir hasratku, membangkitkan seluruh rasa; yang selama ini terpendam.
Malam itu : waktu dimana kita mempersatukan sebuah rasa, yang ditentang dunia.

Seluruh isi ruang ini jadi saksi bisu,
Tidakkah kau menyadari mereka menatap kita penuh iri?

Dalam gelap aku menutup mata, meraih lenganmu yang kuat.
Kau memandangku lekat, Bersimbah peluh tetesan keringat.
Kita telah kuyup dalam cinta, entah, nafsu.
Karena aku terlanjur larut dalam sukacita.  Hingga tak kuasa berpikir lebih untuk sebuah kesenangan.
Dan kebenaran.
Bagiku, saat itu semuanya benar.

Meskipun ku tahu semua itu semu; tetapi kau sungguh mencandu.

Aroma tubuhmu, memikatku. Bibirmu, menghadirkan alunan merdu.
Manis setiap kulumnya selalu menghantuiku. Hangat setiap gigitan manjanya mencengkram ragaku.

Membangkitkan diriku dalam keadaan sadar diluar alam sadarku.
Jiwaku seakan enggan berpisah ruang denganmu.

Kau penuh dengan gairah. Kau penuh dengan pesona.
Aku rela dihantuimu seumur hidupku, asal kau tetap disisi.
Sebab seluruh sisi batinku kerap meronta menginginkanmu.

Tapi nyatanya,
Kau pergi dan tak pernah kembali. Begitu saja, tanpa sepatah kata.
Menyisakan candu yang menyiksa, yang hanya bisa ditawar denganmu.
Setidaknya, beritahukan aku, bagaimana membuang candu ini!
Meninggalkan seluruh kebiasaan-kebiasaanmu; yang meracuni hidupku.
Seperti relief dalam hati.

Aku melakukan semua hal yang kau lakukan,
Hanya untuk meyakinkan diriku bahwa kau masih disini.
Hanya untuk membangkitkan tiap momen dan kesempatan yang pernah kita lakukan,
Dengan harapan aku dapat meninggalkanmu setelahnya.

Tetapi canduku tak kunjung berakhir!
Semakin malam semakin parau.
Kau mungkin tak sempat mengetahui, betapa mengerikannya pesonamu membunuh karakterku.
Aku berteriak histeris setiap berhasil teringat tentangmu. Setiap kali aku berusaha mengendalikan perasaan ini.
Perasaan yang selalu berkecamuk di dadaku ini.
Kau layaknya heroin,
Memenjarakanku pada ketergantungan. Berkepanjangan tiada akhir.

Ranjang disudut itu masih terdiam.
Kini terisi dengan ketakutan.
Karena penuh akan kenangan tentangmu, dan aku enggan beranjak daripadanya.
Mengibai diriku; yang terikat pada kesempurnaanmu.

No comments:

Post a Comment