Tuesday, May 08, 2012

Redup

.... ,
(31 Agustus 2010) - Redup


Penjarakan aku pada ruang ini; ruang lusuh tak beratap, yang kian memudar.
Hentikan langkahku pada satu kesempatan waktu ini; yang menghukumku pada cintaku.
Aku mengais serpihan-serpihan kenangan yang kau hamburkan di sepanjang jalan hidup ini.
Kau; adalah sebuah elegi ruang dan waktu yang menertibkan seluruh pelanggaranku.
Menyesatkan aku pada dahaga tak berujung; pengharapan yang mematikan.
Kau; adalah kepastian ketidakpastianku.
Yang memaksaku melanjutkan hidup tanpa arah tujuan. Gelap lebih dari malam; hening lebih lagi sepi.
Keterasingan hidup lebih dari kesendirian.
Maka kumohon, biarkan aku melanjutkan apa yang kau tinggalkan.
Biarkan aku menapaki tiap jejak yang kau hempaskan.
Dan membakar hangus serpihan kenangan yang kau torehkan.
Sebab kau membuatku kian mati; tak berdaya; tak mampu menapaki waktu; lebih jauh dari ini.

-----
Lagi, dan lagi. Tidak terpublikasi :))

Game

.... ,
(3 Agustus 2010) - Game


Tekan tombol start itu,
tapi jangan pernah kalah ketika yakin memulainya.
Sebab aku tak akan segan menyerangmu.

Tekan tombol pause itu,
tapi jangan lupa untuk menyelesaikannya.
Sebab penyesalanmu ketika meninggalkan ku tak akan sebanding dengan lukaku.

Berlarilah cepat, kalahkan setiap ego yang mampir berkunjung.
Hindari setiap kesempatan musuh menyerang : setiap hasrat dan kenangan, yang sekedar menguji potensi diri.

Akulah permainan.
Siapkah kau tenggelam dalam duniaku?
Jika kau yakin, mainkan.!
Dan kita lihat, siapa yang menang.

-----

Tulisan ini dibuat 3 Agustus 2010, dan lagi-lagi tidak terpublikasi.

(5July10)

.... ,
(5 Juli 2010)

Lihat, tempat ini bersimbah kenangan.
Tentangmu. Tentang kita.
Meskipun hanya sebuah dilematika cinta sesaat,
Tapi rasanya kita bagai sepasang hati yang merindu;
sekian abad terpisah ruang dan waktu.

Salahkah jika aku mengingini kesemuan itu?

Saat dimana kau lekat menggenggamku erat;
Saat ketika bibir kita merapat,
menutup celah semua kata hanya demi menjaga sebuah cinta rahasia.
Saat dimana nafsu menghampiri membawa ngeri;
Menciptakan ego, hasrat untuk saling mengingini.

Kita bercumbu dalam kepingan luka, tiap hati yang kita hancurkan karena kebersamaan ini.
Aku menginginkan sentuhan lembut bibirmu.
Aku menginginkan belaian nafasmu; yang memburu.
Ciumi; ciumi seluruh tubuhku.

Kita lekat dalam nista.
Kita akrab dengan dosa.

Keterlarangan ini terlalu memikat;
Dan kita terlanjur terikat; oleh sebuah rasa yang salah.

Kini kita telah saling menjauh
Mengorbankan rasa untuk menggenapi kekurangan yang telah kita ciptakan.

Aku, kita, hanya bisa mengamati dari kejauhan.

Menahan perih untuk tiap senyuman, yang sesungguhnya hanya untuk diri sendiri.
Bergejolak mencari; kemana bayang itu menghampiri.
Menatap kosong ke segala penjuru;
Mencari-cari celah untuk sekedar melepaskan rindu;
Rindu yang terlanjur erat mendekap.

Aku terdampar dalam ketergantungan, sebab kau telah mencandu dalam darahku.
Aku terhempas dalam kecewa, sebab kau hidup dalam kepura-puraanmu.

Dan kita terenyuh dalam luka, sebab sesungguhnya rasa ini adalah tiada.

-----
Pas lagi oprak insiprasi dengan buka folder tulisan-tulisan, ternyata yang ini tidak terpublikasi, semoga masih cukup layak untuk dinikmati. Lugas dan sederhana. Gue agak terkejut juga karena tulisan ini.. Judul file ini "Lihat", tetapi gue memutuskan untuk me-recycle judulnya dengan tanggal pembuatannya. :"

Love/Hate

.... , Love me or hate me, I don't mind either. If you love me, I'll always be in your heart. If you hate me, I'll always be in your mind. Ketika kita mencintai seseorang, orang itu akan selalu ada dihati kita dan ketika kita membenci seseorang, orang itu akan selalu ada dipikiran kita. Itulah kenapa jangan melakukan sesuatu dengan kadar 'terlalu'. Banyak yang bilang, benci sama cinta itu bedanya tipis. Gimana engga, kalau cinta... keingetnya di hati, lari ke pikiran: jadi was-was, takut, negatif thinking. Sementara kalau benci, keinget terus dipikiran, terus sakit hati sendiri lihat kelakuan orang yang kita benci. Gak ada yang enak.

Jadi, berbahagialah mereka yang dibenci dan punya musuh. If someone talks bad about you, it's just a reflection of them being a bad person. Dia bakal selalu inget terus sama lo, memperhatikan setiap inci gerak gerik lo, mencari-cari dimana kesalahan lo, dan bertingkah seolah-olah dialah yang paling benar. Nikmati aja, berpikir aja bahwa lo sedang dimata-matai oleh secret admirer. Bukan berarti juga tingkah laku dan perilaku lo itu udah cukup baik ya, tapi setidaknya, dengan ada seseorang yang menghujat, kita jadi tahu apakah kita sudah cukup baik sebagai manusia. Mereka yang baik, gak perlu bicara dibelakang untuk membenci, kan?

Dan berbahagialah mereka yang dicintai. Dia bakal selalu inget dan lo akan selalu jadi prioritas pertama di hatinya. Berarti ada yang akan selalu memperhatikan lo, secara terang-terangan; peduli dengan keadaan lo, berinisiatif untuk selalu ada untuk lo, berusaha yang terbaik buat lo, mendoakan lo dan memperlakukan lo dengan layak. Bukan berarti lo bisa semena-mena, tapi setidaknya keberadaan orang-orang yang mencintai lo menunjukkan bahwa lo punya arti untuk kehidupan orang lain.

So, apapun yang orang lain katakan kepada diri lo.. Berbahagialah! Sebab diposisi dicinta maupun dibenci, itu berarti lo berarti dalam kehidupan mereka. :)

Monday, May 07, 2012

Cheer Up

.... , they can't hurt you, unless you let them. Gak ada seorang atau sesuatupun yang bisa menyakiti fisik maupun perasaan lo, kecuali lo yang biarkan mereka melakukannya. Seseorang pernah bercerita, ada dua oeang ibu yang sedang berada disebuah restoran. Mereka duduk dimeja yang bersebrangan, tetapi dilayani oleh pelayan yang sama. Ibu pertama marah karena pelayanannya tidak memuaskan dan pelayannya jutek, sementara Ibu yang kedua tetap tersenyum dan tertawa meskipun dia juga merasakan hal yang sama. Ibu pertama bertanya, apakah ia tidak marah ketika pelayan itu melayani dengan buruk? Ibu kedua menjawab dengan cukup mengejutkan, "Kalau saya marah karena kelakuan buruk pelayan itu, artinya ia bisa mengatur hidup saya." :)

Jawaban si Ibu kedua pasti bikin kita senyum-senyum. Ya, selama ini kita tanpa sadar telah membiarkan seseorang 'mempengaruhi' hidup kita. Baik ketika kita merasa kesal dengan teman, orang tua, dosen. Ketika kita sedih karena seseorang/ sesuatu. Ketika kita merasa disakiti oleh perkataan atau tindakan seseorang. Kita sudah 'dipengaruhi' oleh orang lain. Kita membiarkan mereka menyakiti kita. Coba kita bisa berpikir seperti si Ibu kedua, pasti rasanya bakal bahagia aja apapun yang terjadi. Susah sih, mengubah persepsi mengenai suatu hal.. tapi bukan berarti gak bisa kan?

Bukan berarti gue bilang gak punya perasaan atau gak peka ya, cuma dengan begitu juga kita akan menjauhkan diri kita dari perasaan 'sakit hati' atau 'benci' sama seseorang. Kita pun akan lebih baik menjalankan kehidupan kita.. Selain terhindar dari 'sakit hati' atau 'benci, kita juga akan lebih banyak teman, banyak senyum (yang baik untuk senam muka), dan akan lebih sehat. 

Sedikit mengubah pola pikir berpengaruh banyak dalam kehidupan..  :))

Sunday, May 06, 2012

Radith

.... ,
Pernahkah membayangkan rasanya melihat seseorang yang kita cintai, tertawa mesra bersama orang lain dan terlihat bersinar? Gue pernah. Sekarang. Gue ‘gak pernah membayangkan rasanya akan sesakit ini.
*
Gue sering mengolok mereka yang ‘gak bisa bersikap tegas dengan hidup mereka sendiri. Rela digandrungi kegalauan oleh orang lain dan diatur oleh hati. Gue juga sering menganggap remeh mereka yang tergila-gila sama seseorang, sampai mengorbankan harga dirinya untuk sesuatu yang kasat mata, yang bernama cinta.
That’s bullshit!
Sampai sekarang gue benar-benar kena batunya. Jatuh cinta sama seorang perempuan, yang –shit!–pacar sahabat gue sendiri. Gue ‘gak paham lagi gimana harus menjelaskan perasaan semacam gado-gado ini, campur aduk! Disatu sisi, dia pacar sahabat gue. Bisa dianggap penghianat dan rusaklah persahabatan gue cuma gara-gara perempuan. Disisi lain, gue cinta sama perempuan ini! Mungkin dunia udah kehabisan stok perempuan, sampai gue harus tertarik sama dia. Astaga. Sekarang gue paham banget perasaan galau itu kaya gimana. Galau ketika gue harus bersikap calm down saat melihat orang yang gue cinta pegangan tangan di depan mata. Sama sahabat sendiri. Catet!
Sekarang gue juga jadi paham kenapa banyak novel-novel atau cerita romansa yang mengisahkan cinta segitiga atau lagu-lagu dengan lirik dramatis tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan. Karena ternyata memang terjadi. Dan gue salah satu dari sekian banyak penganut triangle love.
Hidup gue mendadak melankolis. Kerealistisan gue mati total. Gue jadi ‘gak bisa berpikir jernih. Kalut kalau sehari ‘gak ketemu. Dan makin kalut kalau ketemu. Jadi sering denger lagu-lagu melo’, update status ‘gak jelas, bengong-bengong terus, cengengesan sendirian, kadang ngamuk-ngamuk juga sendirian. Ternyata hidup jadi sekompleks ini begitu disentuh cinta.
Sesuatu itu memang jadi menakutkan kalau ia cuma bisa dirasa, gak bisa dilihat atau disentuh.
Angin aja bisa jadi bencana puting beliung. Memporakporandakan kehidupan seseorang.
Sama kaya cinta. ‘Gak bisa dilihat atau disentuh, tapi bisa bikin orang bahkan ‘gak punya keinginan untuk hidup ketika ditinggalkan. See? Ditinggalkan sesuatu yang bahkan ‘gak bisa dijadikan kepemilikan oleh siapapun. Tapi rela.
Rela.
Entah harus berapa puluh kali lagi gue mencerna kata rela. Bagaimana gue bisa rela melihat orang yang gue cintai bersikap seolah tatapan gue kurang berarti buat dia. Seolah keberadaan gue ‘gak pernah dilihat. Seolah gue hanya seorang sahabat pacarnya. Tapi gue rela. RELA. Asalkan gue bisa ada di dekat dia, melihat dia tertawa dan tersenyum. Ada rasa nyaman yang ‘gak bisa gue beli dimanapun, yang hanya bisa diperoleh ketika gue berada di dekatnya. Dan seandainya memang harga jualnya harus sesakit ini, toh buktinya gue rela.
Ironis banget.
Sekalinya gue mengalami cinta, harus langsung terlibat dalam situasi kaya gini: Maju segan, mundur tak mau. Cinta sama bego itu memang tipis ya bedanya.
Gue adalah orang bego yang mencinta.
*
“Dith..”
Raditya Permana. Ya, gue. Lelaki 25 tahun yang memilih hidup single dan normal sebagai manusia untuk ‘gak terlibat dengan urusan hati, mendadak jatuh cinta sama seorang perempuan bernama Rana Restiani; yang notabenenya ialah pacar sahabat gue, Rafi Rafael. Diperjelas lagi deh ya,
 Gue…
Jatuh cinta…
Sama… …..
Shit!
*
“Radith!”
Deg. Baru denger suara Rana aja gue udah jantungan kaya gini. Olahraga yang sehat dan murah, meskipun bisa sakit jantung kalau kelamaan. Calm down dong, Dith. Kaya baru pertama jatuh cinta aja..
“Radiiittthhh!”
“Iya, Ran. Kenapa teriak-teriak sih?”
Akhirnya gue bisa bersikap cool juga. Takut juga kalau kelihatan banyak bunga disekeliling gue saking girangnya.
“Rafi mana?”
Sorot mata Rana mendadak melemah. Deg. Lagi-lagi jantungan. Kenapa harus nanya Rafi sama gue, Ran? – gue membatin. Iya, cuma bisa ngebatin.
“Lho, tadi kan sama elo. ‘gak gue kantongin juga sih. Coba ditelepon dulu.”
“’Gak aktif.”
Deg. Astaga Rana, berhentilah bersuara seimut itu. Rasanya gue pengen menelan lo bulat-bulat supaya ‘gak bisa ditemuin Rafi, terus dia cari pacar lagi, terus lo jadi pacar gue. Nah! Otak setaan!
“Radith! Kog malah bengong ngeliatin gue sih? Gak ada yang aneh sama muka gue kan?”
“Engga kog, Ran.”
“Terus kenapa?”
“Lo can.. Eh. Engga. Yaudah, ayo cari si gebleg itu.”
Sial. Hampir aja ini mulut keceplosan. Momennya ‘gak pas banget buat bilang cantik. Tapi memang ‘gak akan ada momen yang pas sih. Yaudahlah. Lo cantik, Ran. – gue membatin. Lagi-lagi cuma membatin.
“Nah. Itu dia si gebleg. Tuh, lagi beli  es krim di warung Pakde.”
“Ah iya! Rafiii!”
Rana segera menghampiri Rafi dan merangkul lengannya. Pemandangan yang harusnya udah lumrah. Tapi sebaiknya gue menyingkir sebelum pengen rebahan di aspal nungguin mobil lewat. Baru aja gue mau balik badan buat menyibukkan diri, Rana memanggil.
“Dith, mau kemana? Sini, ikut kita ke Enhai yuk.”
Gue bingung antara harus bunuh diri saat itu karena girang atau karena bakal rela berjam-jam melihat kemesraan mereka. Setidaknya, gue punya sedikit ide cemerlang untuk mengantisipasi rasa sakit ini.
“Enhai? Pake mobil gue aja yuk. Sekalian gue mau isi bensin. Apa mau bawa mobil sendiri-sendiri aja?”
“Ayo pake mobil lo aja, Dith. Tau aja gue lagi males nyetir.”
Rafi memang top best deh. Ini jawaban yang paling gue tunggu.
*
Beginilah posisinya. Berhubung mobil gue cuma kapasitas 4-5-6 orang (6 orang kalau dipaksa pangku-pangkuan) a.k.a sedan; jadi gue nyetir, Rafi disebelah gue, dan Rana dibelakang. Lumayan melegakan, jadi gue ‘gak perlu lihat mereka gandengan tangan di mobil. Bahagianya, gue bisa curi-curi pandang lewat spion tengah. Licik memang.
Begitulah sepanjang perjalanan, kita bertiga ngobrolin apa aja yang terlintas. Meskipun gue ‘gak suka ngobrolin orang, tapi kalau ada Rana, mulut gue lebih bocor dari gayung bolong, semuanya mengalir begitu aja tanpa ada yang terlewat. Ngobrolnya bertiga ya, bukan berdua. Seandainya tadi pakai mobilnya Rafi, gue yakin 100% gue bakal menjelma jadi obat nyamuk bakar wangi lavender. Duduk di jok tengah, autis sama blackberry sendirian. Mirip kaya lagi nonton sinetron, dan ‘gak bisa ganti channel. Alamak.
Gue pun bisa pasang playlist galau sesuka hati buat menyampaikan perasaan gue ke Rana. Semoga aja dia ‘ngeh. Tapi gue ‘gak mau terlalu banyak berharap. Kalau mau jatuh ya pelan-pelan, jangan sekaligus. Meskipun gue ‘gak bisa mengontrol kapan, bagaimana dan dimana gue jatuh, setidaknya gue bisa berhati-hati untuk ‘gak terpeleset. Orang yang lagi jatuh cinta kadang suka lupa kalau ada sakit ketika mereka sampai pada dasarnya.
Ide gue muncul lagi. Supaya nanti pas makan gue ‘gak jadi candle di meja, baiknya gue ajak temen-temen yang lain buat ikutan. Jadi, gue tetap bisa menikmati waktu bersamanya tanpa harus membiarkan hati gue terluka. Sedikit bertindak licik untuk menjaga perasaan, boleh kan.
Rencana gue berhasil. Tuhan sedang berpihak pada tuna asmara-Nya.
**
Baru saja gue parkir mobil di belakang mobil Rafi. Ada seorang perempuan, tapi jelas bukan Rana. Gue baru saja ketemu dia sebelum kesini. Cantik, putih, ‘gak terlalu tinggi, dan agak jutek. Gue spontan mengurai senyum dan bergegas masuk ke dapur, menemui Rafi yang sedang membuatkan minuman. Sementara Bara dan Adrian sedang sibuk bermain playstation di ruang tengah.
“Fi, siapa?”
“Indah.”
“Iya, siapa?”
“…”
“Lo ‘ngeduain Rana?” gue bertanya hati-hati supaya ‘gak terlihat seperti ingin menyerang. Berbisik tepatnya.
“Mencari tahu aja.”
“Mencari tahu apa, Fi?”
“Cuma mau main aja, kog. Lo kaya ‘gak kenal gue, deh.”
“Justru karena gue kenal banget sama lo.”
“…”
Gue segera keluar menuju teras dan menyulut sebatang rokok. Mendadak hawa menjadi panas buat gue. Berkali-kali pemikiran gue balik lagi ke konsep rela, kali ini gue yakin gue ‘gak rela. Gue ‘gak rela kalau Rana harus disakiti kaya gini. Siapapun gue, walaupun gue cuma sekedar sahabat pacarnya, meskipun gue sekedar secret admirernya, meskipun gue bukan siapa-siapanya.. tapi gue ‘gak rela.. kalau perempuan yang gue cintai, disakiti oleh orang yang dia cintai.
Miris.
Tekad gue sudah bulat! Gue akan merebut Rana dari lo, Fi.
Fuck off with our friendshit…
*
Gerilya dimulai.
Entah setan apa yang merasuki gue untuk mulai menghubungi Rana secara personal, dan intens. Gue cuma berpikir bahwa perempuan seperti Rana harus diberitahu bahwa dia terlalu berharga untuk disakiti. Gue selalu sensitif kalau melihat perempuan disakiti. Bayangan nyokap selalu terlintas seolah mengingatkan bahwa perempuan itu mahluk yang harus dilindungi. Mungkin itu jugalah alasan gue membatasi diri dengan perasaan; gue sebisa mungkin menghindari menyakiti perempuan.
Rafi, Lo harus tahu rasanya bagaimana ketika seorang yang lo cintai, direbut tepat dihadapan lo..
I’m sorry for do that, man. Game start.
*
Sebulan terakhir gue menghabiskan sepanjang malam sampai pagi hanya untuk mengobrol dengan Rana via telepon. Waktu yang biasanya gue isi dengan ‘ngegame atau online, sekarang gue dedikasikan spesial buat bikin kuping pengang dan panas. Ya, buat lebih dekat dengan Rana. Menyenangkan setiap kali bertanya, “how your day?” dan kemudian mendengarkan dia bercerita tentang kesehariannya, kegiatannya dikampus, kesukaannya, keluh kesahnya, dan segala sesuatu tentang dia. Rasanya seperti sedang face to face dengan dia. Lagi-lagi, yang seperti ini ‘gak bisa dibayar berapapun harganya.
Gue jadi semakin yakin untuk mendekati Rana, ketika gue tahu kalau Rafi sudah dua kali tertangkap basah sedang bersama perempuan lain, dan dia ‘gak mengakuinya. Gue yakin kalau Rafi ‘gak benar-benar serius dengan Rana. Rafi mulai jarang membawa Rana turut serta ketika kumpul, bahkan mulai jarang juga berkumpul bersama kami. Yang gue tahu, setelah Indah; dia sedang dekat dengan seorang perempuan lagi, tapi gue ‘gak bertanya lebih jauh.
Kegilaan Rafi membuat celah menjadi semakin lebar. Rana jadi sering sendirian. Gue juga jadi gampang menghubungi dan menemuinya. Sekali waktu Rana mengundang gue ke sebuah acara, dan dari situ hubungan kami semakin intens. Gue mempelajari dengan baik dan berhati-hati agar semuanya ‘gak curiga. Sampai gue mantap untuk mengungkapkan perasaan gue, ya, setidaknya gue tahu, gue akan punya harapan atau engga. Setidaknya gue bisa sedikit bernafas lega karena orang yang gue cinta, tahu apa yang gue rasakan.
“Rana..”
“Ya Dith?”
“Sadar ‘gak sih kalau selama ini itu gue memperhatikan lo?”
“Maksudnya?”
“Aku sayang sama kamu, Ran.”
“Tapi, Dith..”
“Aku tahu. Aku udah lama tertarik sama kamu, Ran. Cuma aku ‘gak pernah punya kesempatan yang pas aja untuk bilang. Sebenarnya sekarangpun engga, dan ‘gak akan pernah ada waktu yang pas. Aku cuma mau bilang itu aja kog, Ran. Aku cuma mau kamu tahu, aku akan selalu ada buat kamu..”
“Aku ‘gak tau harus bilang apa, Dith. Rasanya mendadak jadi kompleks.”
“Aku ‘gak minta kamu bilang apa-apa kog, aku cuma mau kamu tahu.”
“Makasi ya, Dith.”
“You’re welcome.”
**
Rana mencintai Rafi. Harusnya gue paham konsep itu dari awal sebelum semua ini dimulai. Gue harusnya sadar kalau yang cinta gue ke Rana sedalam cinta Rana kepada Rafi, sehingga orang-orang semacam kami selalu siap dibodoh-bodohi perasaan.
Rana akhirnya tahu perilaku Rafi. Dia tidak menangis dihadapan gue, tapi gue tahu dalam hatinya sudah berteriak. Pilu wajahnya tiap berjumpa dengan gue. Sesungging senyumnya yang tulus, meskipun tatapannya tidak. Dia perempuan hebat, sekaligus bodoh, yang selalu membiarkan dirinya sakit, demi orang yang dicintainya.
Gue kalah dalam permainan gue sendiri.
**
Banyak yang bilang kalau orang mabuk itu jadi bego. Sebenarnya, orang yang lagi mabuk itu menunjukkan apa yang mereka ‘gak pernah perlihatkan dan katakan aja. Gue pun begitu. Kalau gue cukup bodoh untuk mabuk, berarti gue sudah siap akan menjadi bodoh juga untuk mengungkapkan segala uneg-uneg dari hati gue tanpa melihat perasaan orang lain lagi. Termasuk Rana.
Sepertinya gue baru melakukan kebodohan itu. Raut wajah Rana mengatakan semuanya. Gue mendadak ciut, ‘gaktau apa yang harus dilakukan lagi, gue merasa seperti prajurit kalah perang, cacat. Kalau aja semalam gue ‘gak perlu uring-uringan sampai inget minuman. Kalau aja semalam gue ‘gak ngomong ke Rana. Kalau aja Rana ‘gak bilang kalau dia ‘gak mau kehilangan gue, tapi juga ‘gak bisa ninggalin Rafi. Kalau aja Rana ‘gak menerima perasaan gue dan membiarkannya tumbuh. Kalau aja gue ‘gak jatuh cinta sama Rana. Kalau aja… Rana bukan pacar Rafi.
Mungkin semuanya akan lebih mudah.
Mungkin gue ‘gak akan sedramatis ini.
Mungkin gue ‘gak akan mabuk semalam.
Mungkin gue ‘gak akan menangis karena tahu akan kehilangan dia.
Gue benci ketika harus menerima kenyataan bahwa Rafi menyakiti Rana. Gue benci ketika harus kembali menerima kenyataan bahwa Rana selalu memaafkan Rafi. Gue lebih benci ketika harus menerima kenyataan bahwa gue sangat mencintai Rana, tapi tetap tidak bisa memilikinya.
Ketika gue udah menemukan rumah untuk pulang, gue harus rela membagi rumah itu untuk orang lain.
Ah, salah.
Gue yang bertamu ditempat yang salah.
“Maaf Rana, aku sudah mengambil celah yang seharusnya ‘gak perlu ada.”
“Dith. Aku pasti akan menyesal..”
“’Gak perlu, Ran. Rafi itu lelaki yang baik. Ia akan menjaga kamu. Ia sudah berjanji untuk tidak menyakitimu lagi. Kau pun sudah memaafkannya, selalu memaafkannya. Kamu ‘gak sadar, Ran.. kamu mencintainya.”
Gue mulai menangis.
“Dith..”
“Jangan Ran, aku terlalu cinta sama kamu. Jangan beri aku harapan lebih dari ini.”
“Aku ingin bersama kamu, Dith.”
“Oh ya? Kamu sanggup meninggalkan Rafi? Kamu sanggup menerima hujatan luar biasa ketika menjalin hubungan denganku, Ran? Kamu sanggup kehilangan comfort zone mu saat ini?”
“…”
“Kalau cuma aku yang pergi, kamu masih bisa bersama Rafi. Kamu ‘gak akan kehilangan comfort zone mu. Kamu cuma kehilangan aku.. tapi tenang saja, aku cuma pergi sebentar, setelah itu kamu akan melihat aku lagi.”
“…”
“Tenang saja, Ranaku. Aku ini laki-laki yang pandai menyembunyikan perasaan. Aku pasti sanggup hidup tanpa kamu. Aku pasti sanggup bersikap seolah ‘gak pernah terjadi sesuatu diantara kita.”
“Justru itu yang aku takutkan..”
“Apa?”
“Aku takut kamu akan bersikap biasa, atau malah bahkan mengacuhkanku. Aku takut akan menatapmu dengan penuh kerinduan dan penyesalan.”
“Lantas, apa yang kau harapkan dariku? Kau mau hubungan kita tetap seperti ini? Kamu tidak mengambil keputusan, Rana. Tetapi aku harus. Setidaknya dengan begitu, aku tahu dimana aku harus berdiri.”
“…”
“Apa yang kurang dariku, Ran? Apa yang membuatmu begitu memilihnya dibanding aku? Mengapa ‘gak ada yang setuju dengan hubungan kita, Ran? Mengapa semuanya bilang aku yang salah karena mencintaimu? Apa aku sebegitu ‘gak layaknya ada di sisimu? Mengapa Rana.. Mengapa harus kamu…”
“Dith..”
“Sudahlah, Ran. Cepat atau lambat, kita akan berhenti. Bukan berhenti saling mencintai, tapi berhenti saling menyakiti.”
“…”
Semuanya mengalir begitu saja. ‘Gak ada yang terlewat satupun. Senyuman yang selalu gue suguhkan didepan Rana, waktu yang selalu gue curi untuk bisa sekedar ngobrol dengan Rana, semua kebersamaan singkat yang sangat menyenangkan. Tempat-tempat yang pernah kami kunjungi berdua, berbagi lagu kesukaan, ah. Segala uneg-uneg yang gue sembunyikan rapat mengalir begitu saja, seolah sudah ‘gak terbendung lagi.
Gue ‘gak yakin akan sanggup melupakan Rana dalam waktu dekat.
**
Lihat, Dith.. Dia masih bisa tertawa. Gue rindu tawanya, meskipun ‘gak pernah seceria dulu. Rana lebih banyak diam. Dalam diamnya, gue menemukan ruang kosong yang dibiarkannya begitu saja. Mungkinkah, itu milik gue? Entahlah. Gue cuma bisa meminta maaf kepadanya dari dalam hati, sebesar-besarnya. Gue juga cuma bisa menjaganya sejauh ini. Gue bahkan ‘gak berani menatapnya. Takut akan menangkap rindu dan cinta disana.. kemudian menginginkannya kembali.
Gue juga lebih banyak diam, menghindari acara kumpul-kumpul, mencoba ‘gak kontak mata dengan dia, menjauhinya.. sejauh mungkin.. sampai gue siap untuk kembali, dengan perasaan yang beda.
Entah sampai kapan.
Rana.
Gue mungkin memang gak disamping lo, saat ini atau nanti… Ada ikatan transparan yang mengikat lo untuk tetap berada disamping Rafi, dan gue tahu itu apa. Kita pun punya ikatan, Ran. Ikatan batin yang sampai saat ini masih melekat erat dan gue jaga, gue pun tahu lo juga begitu. Meskipun gue ‘gak bisa memenuhi keinginan lo untuk selalu disisi lo dan tersenyum seperti dulu, tetapi gue akan selalu mencintai lo, Ran. Meskipun itu berarti gue ‘gak pernah memiliki lo.
Gue memberikan kehidupan gue untuk lo, Ran. So, please just let me feel this all alone. Biar gue yang pergi, biar lo tetap disini.
Biar Rana, biarkan.
Tersenyumlah, tertawalah seperti biasanya.
Everything’s gonna be alright, and the game was over.. J

Friday, May 04, 2012

Rectoverso

.... ,

Rectoverso - Dewi Lestari


Rectoverso merupakan hibrida (perpaduan) dari fiksi dan musik, terdiri dari 11 cerita pendek dan 11 lagu yang bisa dinikmati secara terpisah maupun bersama-sama. Keduanya saling melengkapi bagaikan dua imaji yang tidak terpisahkan, yang seolah berdiri sendiri; padahal merupakan suatu kesatuan.

Pada halaman awal, Dee memaparkan kisah mahluk hibrida bernama "Rectoverso" dimana ia bekerja sama dengan orang-orang terbaik dan paling berbakat yang pernah ditemuinya untuk dapat mewujudkan Rectoverso. Ide yang diawali dengan keinginannya mengapresiasikan rasa tidak hanya melalui lagu, namun juga melalui tulisan. Lagu dan sekaligus cerita pendek pertamanya "Hanya Isyarat" yang membawanya kepada ide gila membuat mahluk hibrida Rectoverso benar-benar lahir dan memikat. Judul Rectoverso sendiri muncul begitu saja, pengistilahan untuk dua citra yang seolah terpisah namun sesungguhnya merupakan satu kesatuan. Saling melengkapi. Yang merupakan pandangan pribadi Dee terhadap hakekat hidup: keberagaman sesungguhnya adalah kesatuan hakiki yang tersembunyi.

Sementara, pemilihan angka 11:11 juga mewakili konsep "Rectoverso" itu sendiri, karena angka sebelas dikenal sebagai angka yang mewakili kehadiran dan spiritual, yang bersandingan dengan alam material. 

Beberapa lagu yang disajikan dalam Rectoverso ini sudah akrab ditelinga kita, seperti Malaikat juga tahu dan Firasat (dinyanyikan ulang oleh Marcell). Saat mulai menyelami Rectoverso, telinga kita akan dimanjakan oleh alunan instrumental yang halus hasil tempaan Andi Rianto, Baron Arya, Sandy Winarta, Arinda 'Mocca', Magenta Orchestra dan musisi-musisi lain. Sementara telinga kita dimanjakan alunan musik, mata kita akan dikejutkan oleh rangkaian kata-kata yang "mendeskripsikan" lagu-lagunya. Satu lagu mewakili satu kisah, demikian sebaliknya. Kita akan menemukan keseimbangan diantara keduanya, saat mendengar maupun saat membaca. Baik saat melakukannya bersamaan ataupun terpisah. Selain itu, kita benar-benar akan masuk kedalam panggung imajinasi karena tiap kisahnya diwakili dan mewakili setiap ilustrasi yang disajikan mewah dibuku ini!

Bayangkan bagaimana kita menemukan sebuah pengalaman baru setelah melahap Rectoverso. 

Kontroversial. Dengar fiksinya, baca musiknya... :"

Wednesday, May 02, 2012

Kamu dan Rokok

.... ,
Hanya ini caraku mengenangmu.
Memenuhi paru-paruku dengan menelanmu, dalam tiap batang rokok yang tersulut dari bibirku.
Bungkus demi bungkus berceceran.
Asap memenuhi ruang, menghadirkan aromamu.

Mencintaimu dengan segala keterbatasanku.
Sebagai perempuan yang tak mampu memilih hidup bersamamu.

Melalui batang demi batang yang mengaliri asap ke seluruh darahku;
kamu turut serta.
Menciptakan kecanduan yang membunuh.
Perlahan, aku menjelma menjadi pecandu handal.

Tapi mana yang lebih baik: Mati karena terlalu banyak mengkonsumsi nikotin?
atau;
Mati karena terlalu mencintaimu?

Tidak ada, kurasa.

Kamu dan rokok adalah kesatuan yang tak terpisahkan.
Yang kuharap, tiap hisapannya akan membawaku semakin dekat denganmu.

Sebab,
apapun yang membunuhku lebih dulu....

tetap bermuara padamu.

Konkow

.... , Sepanjang siang sampai malam tadi gue menghabiskan waktu untuk bercengkrama a.k.a ngobrol ngalor ngidul sama kawan lama. Bendi. Beberapa hari sebelumnya, gue juga menghabiskan waktu bersama mereka untuk sekedar makan malam di Nasi Goreng Pakde langganan. Kebersamaan yang gak bisa dibayar pakai apapun. 

Waktu itu, beberapa diantaranya baru selesai bermain futsal rutin, seorang baru pulang kopdar dan seorang mengkhususkan datang untuk berkumpul. Walaupun formasinya gak sempurna, tapi untuk menciptakan momen tanpa ada acara tertentu ini sudah menjadi kegiatan yang susah dilakukan. Karenanya, saat itu sangat berharga. Buat gue.

Siang ini diawali dengan keinginan seorang kawan untuk menyantap gultik (gulai tikungan) yang terletak dikawasan Bulungan, Blok M. Setelah puas makan, kami bergeser ke seven eleven yang tepat berada di seberangnya. Kondisi yang penuh karena ternyata ada event KPJ (Kumpulan Penyanyi Jalanan) yang berulang tahun di Wapres (Warung Apresiasi) yang ada didekat situ, mengharuskan kami duduk dekat pintu masuk yang menghadap ke arah Plaza Blok M. Suasana semakin malam semakin ramai dan padat.

Obrolan mengalir. Dari permasalahan pekerjaan, interview, mobil sampai tokoh F4 di Meteor Garden. Menyenangkan. Perdebatan iseng mengenai asal-usul Dumbledore di film Harry Potter, formasi Power Ranger saat bertransformasi, bagaimana bentuk serat batu kali, dan semakin larut obrolan semakin kusut.

Namun memang beginilah kami. Kekusutan inilah yang tetap menyatukan kami. Dan kebersamaan semacam ini... harta yang berharga buat gue. Keluarga kecil yang selalu bisa membuat gue tertawa bahkan saat gue ingin menangis. 

Good newsnya, salah seorang sahabat akan dilamar bulan Juni nanti! Ah... Bahagianya. :")

Bendi memang selalu penuh kejutan. Baik, buruk, senang, sedih. Nano-nano. Yang bagaimanapun rasanya, tetap menyenangkan.. 

May

.... , Bulan kelima. Selamat datang Mei, selamat datang ujian dan tugas. Selamat datang persiapan ujian akhir semester. Selamat datang pengumuman kelulusan buat para adek-adek disekolah. Selamat datang persiapan libur panjang..

Bulan ini gue akan lebih banyak review buku-buku yang udah gue baca. Masih tetap akan eksis mengumpulkan buku-buku, sekaligus menghasilkan karya. Sebuah tulisan sederhana atau cerpen, AMIN.!!! Gue bakal lebih konsisten dan disiplin menulis, memperkaya pengetahuan dan kosakata. Belajar bahasa dan tatanannya.. It will be fun! 

Bulan ini diawali dengan Peringatan Hari Buruh, disusul dengan Hari Pendidikan Nasional. Dan sedikit berita duka cita dari Menteri Kesehatan Non Aktif yang dipanggil kehadirat Tuhan. Begitu pula kabar duka dari keluarga, yang kabarnya istri papa harus merelakan kandungannya karena kandungannya mengalami kekurangan nutrisi dan meninggal di dalam.  Tuhan punya rencana. Dan semua akan berjalan sesuai yang seharusnya.

Bulan ini juga akan disemarakkan oleh long weekend. Ah. Membayangkan bakal banyak berlibur bulan ini. Meskipun cuma leleyehan dikostan sambil baca buku, atau sekedar tidur seharian. Atau sekedar kumpul bareng kawan lama dan bahas masalah-masalah yang menyenangkan: sharing tentang jenis-jenis kendaraan atau CPNS, gadget atau malah diskusi tentang film-film yang kurang rasional di efek, dkk. Atau menghabiskan beberapa jam untuk coffee shop, window shopping. Gak sabar untuk mengisi setiap hari dibulan Mei ini.

Bulan Mei ini juga dikategorikan sebagai bulan Rosario, dimana umat Nasrani (Katolik) memperingatinya dengan mengadakan doa rosario di lingkungan paroki masing-masing, dengan mengadakan pertemuan di rumah-rumah. Ujud-ujud doa yang disampaikan melalui Bunda Maria.

Bulan ini akan meriah. Enjoying your Mei. Semoga bulan ini banyak berkah dan keselamatan.. Welcome May :))