Thursday, November 29, 2012

Mata dan kita

.... ,
Matamu yang kiri seakan mata kananku yang tertukar, begitu lama kita bertatapan. Kosong.

Kemudian semua menjadi samar, kita lamat kehilangan pandangan.

Seberapa sampai pesanmu yang bisu dan membisukan diri namun berpura-pura bersuara dan berusaha?

Berusaha adalah cara terakhir yang ku punya. Semata-mata untuk membuat kau seolah-olah ada. Setidaknya aku tidak lagi bercakap dengan dinding. Aku kini punya bayangmu. Dalam tatapan mataku.

Kini telah berkuntum-kuntum bunga mekar: wanginya itulah buah ciuman kita yang tak pernah usai. Di dasar kesadaran, aku ingin mendaras saripati kesabaran dalam merindukanmu. Saat ku bilang akan menemanimu berlari, barangkali akulah yang sesungguhnya memintamu menemaniku berlari. Aku ingin menikmati kepedihan ini, dengan cara yang paling rahasia, yang airmatapun tak akan pernah bisa merasakan kesakitannya.

Rahasia seharusnya tetap menjadi rahasia dan mengekalah rasa. Biar ku tulis di kanvas milikmu, namaku. Atau inisial kita. Supaya waktu tak pernah merebut hak kepemilikannya. 
Waktu jahat.

Ambil saja nafas ini dariku, jika kamu memohon, ambil juga udara ini, tapi, jangan ambil dariku tawamu.

Ia suka membiarkan banyak senyum berlalu terlalu cepat. Dan membiarkan sakit jadi terlalu lambat.

Kertas putih ini ingin ku lukis dengan namamu. Setiap kali kau ada di sisiku, hanya satu yang ingin kurasakan, yaitu, tak ingin kau pergi (lagi). Saat kau terbaring lemah aku kuat menyandar. Tapi tak akan ada yang bisa mengerti kalau kamu terlalu jauh dariku. I have to know that you know me, not just a hope. Matamu membuat aku selalu tertunduk karena selalu mengatakan aku sayang kamu.

Luluhlantahlah semesta. Jatuh cinta bisa membuat pujangga kehilangan kalimatnya. Rupanya, cinta sedalam itu.

(with @madavanya)

Senyum Pelangi

.... , Ada lengkung yang bisa meluruskan banyak hal; Senyum - Bahkan saat hujan deras pun, pelangi hadir di wajahmu melalui senyuman.

(with @arhamrsalan)

Tampar

.... ,
Ditampar kamu;
Berbekas;
Sakit.

Ditampar kenyataan;
Tak berbekas;
Sakit.

Lebih baik mana?

Seperti Kamu

.... ,
Seperti kamu saat begitu ingin tahu tentang aku.
Akupun begitu ingin tahu tentang dia saat ini, menghalalkan segala cara.

Seperti kamu saat begitu rapat menutup perasaan kepadaku.
Akupun begitu rapat menutup perasaanku kepadanya, hanya agar dia tetap dijangkau ku.

Sepertiaku saat begitu kelu melihatmu menatap sepasang mata diseberang sana,
Akupun berarap kau begitu saat kau melihatku menatapnya.

Seperti aku saat begitu risau menahan rindu kepadamu,
Akupun berharap kau begitu saat menahan rindumu kepadaku.

Seperti kamu yang selalu ku cintai diam-diam,
seperti aku yang selalu kau peluk diam-diam.

Mengapa harus seperti kamu?

Mengapa harus seperti aku?

Mengapa tidak seperti kita?

Seperti kita saat membohongi perasaan masing-masing, bahwasanya cinta bersemi disana.

Selamat datang kembali, hidup!

.... ,
Selamat datang kembali, hidup!
Beberapa bulan tak pulang, aku merasa mati.
Sesak menyergap, mengepungku dalam keputusasaan.

Selamat datang kembali, hidup!
Membawa oleh-oleh seberkas harap dan sekantung rasa;
masih baru dan segar.
Terima kasih.

Selamat datang kembali, hidup!
Kini aku bernafas lagi.

Kamu (Lagi)

.... , 
Merindukanmu selalu lebih kejam dari sepi.
Sebab dalam sepi pun, aku tetap merindukanmu.

Pelan-pelan

.... ,
Aku berjalan pelan, takut kau ketinggalan.
Selesaikan urusanmu segera, kemudian berlarilah mengejarku.
Selama itu, aku akan berjalan pelan, sambil sesekali menengok ke belakang.

"Apa dia sudah tampak?" tanyaku pada diriku sendiri.
Seringkali menggeleng sendiri.

Aku tetap berjalan pelan, takut kau ketinggalan.

Aku masih berjalan pelan,
.
.
.
Berharap kau menyusulku dari belakang.

Monday, November 05, 2012

Aku (pernah) Tidak Cukup Baik-baik Saja

.... ,
Aku benci untuk tahu bahwa aku tidak cukup baik-baik saja setelah kepergianmu.

Mencoba mencintai orang lain selain kamu ternyata tidak lantas membuat aku bisa terlihat baik-baik saja.
Aku tidak cukup baik-baik saja untuk berpura-pura bahwasanya aku pernah punya rasa sebesar cinta untuk sebuah dua buah hati yang pada akhirnya hanya ku buat terluka.

Aku pernah mencoba menunggu masa lalu. Namun rasanya sama seperti merasaimu, antara ada dan tiada.
Aku tidak cukup baik-baik saja untuk ketidakpastian yang sepasti itu.

Bahkan ketika aku benar telah terpanah malaikat cinta tepat di ulu hati, lagi-lagi aku tidak cukup baik-baik saja. Aku mencintai orang yang salah diwaktu yang salah. Waktu dan kamu seperti berkonspirasi untuk membiarkan aku tenggelam hanya dalam bayangmu saja.

Kemudian mengetahui bahwa kau telah berhasil melangkah dan memulai sesuatu yang baru bersama kekasihmu, aku tidak cukup baik-baik saja.

Tapi kau harus tahu, tidak cukup baik-baik saja tidak berarti tidak baik. Aku hanya masih tak terbiasa harus hidup tanpa kebiasaan bersamamu.

Tidak pernah cukup. Aku tidak pernah cukup baik-baik saja, dan aku pernah tidak cukup baik-baik saja.

Jadilah

.... ,
Jadilah matahariku, yang hanya kepadamulah aku akan mencuri cahaya untuk menerangi setiap hitamku.

Jadilah matahariku, yang hanya kepadamulah aku berputar. Berotasi dan berpusat padamu. Selalu. Seperti bumi mengelilingi tata surya dengan matahari sebagai porosnya, sesetia itulah aku akan menjadikanmu poros dalam hidup.

Jadilah matahariku, yang hanya kepadamulah aku meminta hangat saat dingin menyapa dan angin berhembus terlalu kencang.

Jadilah matahariku, yang hanya kepadamulah aku tersenyum. Karena aku tahu saat hujan badai dan langit gelap, kau selalu ada dibaliknya dan siap merengkuh resahku.

Jadilah matahariku, yang hanya kepadamulah aku rela terbakar karena cemburu yang menggebu. Tak rela kau termiliki semesta selain aku.

Jadilah matahariku, dan biarkan aku jadi segalamu.

Sunday, November 04, 2012

Bisakah Kita Berhenti Saling Menyakiti?

.... ,
Kau bersenjata, akupun juga.
Amunisimu lengkap, akupun demikian.

Kau menodongkan bedil tepat dikepala.
Aku tersenyum. Aku tahu kau tidak main-main.
Ditanganku ada belati.
Aku bisa menusukmu kapan saja dengan jarak sedekat ini.

Tapi aku hanya tersenyum.

Kau menarik pelatuk, melepaskannya di kepala, kemudian jantung.
Mematikan tak hanya logika, tapi juga denyut rasa yang mengaliriku.
Seketika berhenti begitu saja.

Aku mati.

Aku kalah telak.

Aku mempersenjatai diri, tapi tak ku gunakan sama sekali.
Sungguh duel yang percuma.

Karena kamu,
.
.
.
Bahkan setelah semuanya telah berakhir, aku masih menjaga perasaanmu.

Sesayang itulah aku padamu.

Demikian Aku

.... ,
Dalam setiap kebahagiaanmu, aku turut berbahagia.

Kau akan selalu terucap dalam doa, menjadi mimpi dalam tidur, dan inspirasi untukku.

Aku tidak akan menjauh atau mendekat, aku akan berjarak tapi tak pernah meninggalkan.
Aku akan selalu ada.

Seperti kau bilang, kau selalu peduli.
Demikian aku.

Seperti kau bilang, hatimu tak bisa berbohong.
Demikian perasaanku.

Aku tidak akan mencari lagi. Dan mungkin aku juga akan berhenti menunggu.

Aku tidak akan memintamu memilih apapun, kecuali kebahagiaanmu sendiri.

Seperti inilah caraku mencintaimu, dengan diam.

Aku tidak menyerah untuk apapun, karena aku tahu tidak ada yang bisa diperjuangkan untuk diraih.

Aku mencintaimu, akan selalu seperti itu.

Suatu waktu ingin berbagi bersamamu, ingin dijaga olehmu, dipeluk hangat tubuhmu, aromamu yang masih begitu lekat di inderaku.

Tapi aku tahu, aku terlalu mencintaimu untuk bisa memaksamu.

Seperti yang kau bilang, sayang itu tidak memaksa.
Demikian aku.

Menikmati Sepi

.... ,
Secangkir kenangan dan remah hati,
menemaniku diteras dengan hamparan masa depan.
Menikmati sepi..

Ku baca lagi catatan usang perjalanan rasa,
yang masih saja tertahan dibenang pembatas merah muda.
Namamu masih tercantum disana.
Kubiarkan tintanya memudar, kertasnya melusuh.
Meski ku tahu, maknanya selalu tetap utuh.

Sekali lagi, sore ini, masih ku lewati sendiri.
Menyeruput secangkir kenangan melalui kata,
dan setoples remah hati sebagai camilannya.
Menikmati sepi..

Tanpa kamu.
Ku nikmati sepi.

November

.... , welcome November. I'm done with October. Sepanjang bulan Oktober lalu, beragam rantai-rantai patah mulai tersambung dan menunjukkan sesuatu. Ada satu hal menarik yang cukup menyita perhatian, yaitu "Ketika satu kebenaran terpancing keluar, kebenaran lain mengekor dibelakang." Yang menjadi lucu karena semua orang terdekat berlomba-lomba memberitakan kebenaran. Hei, kemana saja selama ini? Menyembunyikan kebenaran karena takut? dan setelah ada yang berani mendobraknya, baru ngekor-ngekor kek buntut. Satu hal ini cukup membuktikan bahwa gak semua orang berani memulai dan gak semua orang berani untuk jujur. Seneng banget jadi followers. Kenapa gak coba jadi trade centre kalau memang mampu? Gimana mungkin lo bisa jatuh cinta sama orang yang bahkan gak yakin siapa dirinya? Pertanyaan berikutnya, "Udah jujur sama diri sendiri?" :)

Sepanjang bulan lalu banyak 'shit happens' yang akhirnya malah bikin gue totally move on. Not at all, but now I have enough reason to move. Thanks a lot buat pelajaran berharganya.

Thanks a lot for my heart traveler. I love the way you are. Gue gak akan bisa memaknai bagaimana hati seharusnya bekerja kalo gak 'ditampar' dulu. Thanks for my lovely inspire man, the most and only. Gue gak bisa memaknai arti kata "Kenapa harus gak rela" tanpa kebijaksanaan lo yang kadang suka berpura-pura dan bikin kata menyerah jadi mudah sekali terucap. Thanks for my past, wejangan-wejangan lo masih menemani hidup gue, berbahagia ya! Thanks for Ruki, untuk cintanya yang gak pernah habis dan apresiasinya yang luar biasa untuk semua karya gue yang bahkan belum jadi apa-apa. And big thanks for you, Dad. Karena gak pernah benar-benar meninggalkan anak manis kesayangannya ini digoda laki-laki blangsat.

Terima kasih untuk semua yang pernah hadir dan mengisi, walau hanya sekedar minum teh bareng atau ngopi-ngopi cantik.

November, I'm ready to move on. :)

Malaikat Patah Hati

.... ,
Alkisah, malaikat jatuh cinta pada salah satu mahluk ciptaan-Nya.
Ia mengagumi setiap sudut lekuknya, paras dan elok sempurna mahluk yang diberi nama Adam itu.
Gurat wajahnya begitu disukainya.
"Lengkung senyumannya mengalahkan pelangi sehabis hujan. Ia seperti embun yang selalu dirindukan pagi," katanya.
Lubang dikedua pipinya seperti palung di bumi, membuatnya rela tenggelam disana. 
Sorot matanya penuh kepercayaan diri, tajam sekaligus menenangkan. Ia suka menatapnya dalam-dalam, menemukan surga dalam definisinya disana.

Mahluk itu tidak bersayap seperti dirinya, tapi mampu membawanya terbang tinggi.
Mahluk itu tidak abadi seperti dirinya, tapi mampu menghadirkan perasaan selamanya.

"Aku rela menukar keabadianku untuk bisa bersamanya," Ujar malaikat kepada-Nya, sambil menunjuk kearah Adam.
.
.
.
Tuhan murka.

Seketika ia mematahkan sepasang sayap malaikat kesayangan-Nya, hingga terhempas ke bumi; kemudian mematahkan pula hati malaikat-Nya itu jadi dua: 
Ia menciptakan Hawa.

Air mengalir dari ujung mata si malaikat. Ia tidak lagi abadi. 
Dan kini ia percaya, tidak ada sesuatu yang selamanya.