Perbincangan sepasang cermin dua arah.
"Riak suara serak, erat memikat, pekat mengikat. Jiwa tak berhak berontak."
"Jiwa selalu berhak memberontak, terutama ketika jasad tak kuasa lagi menampung rindu yang menggeraung."
"Maka bangunkan aku peradaban yang seperti jiwaku."
"Apa dunia kita tidak cukup luas untuk kau jelajahi, pelaut? Bangunlah peradabanmu diantaranya. Di batas khatulistiwa hati bersemayam."
"Jiwaku hanyalah tugu kesenyapan abadi. Mencoba masuk dalam celah, namun runtuh dan hancur tertimpa geludhuk. Hilang, tuntas."
"Sejak kapan geludhuk pakai h, dear? Sejak sesuatu terlanjur mengkristal dan kau berusaha mengikisnya?"
"Hahaha... Tidak akan ada yang mengikis dan terkikis. Biarkan seperti itu, sampai pada akhirnya nanti akan ku rengkuh dalam dongeng yang kisahnya tak akan pernah habis, sampai tergilas kaki sang waktu yang sombong. Kita hilang."
"Hilang bukan berarti benar-benar hilang. Kenyataannya, kita hanya berpindah dimensi kepada yang semakin fana. Kita akan selalu bergandengan, tak pernah masuk dan keluar."
"Celah adalah retak kecil yang selalu menggoda. Seringkali membuatku lupa bahwa aku sudah setengah bolong. Pijakan kita tak pernah sama. Tapi selalu beriringan. Bukankah itu hebat?"
"Memang hebat. Lepaskan saruh, dan segera berlayar. Antar aku pada cakrawala itu."
"Cakrawala kita terletak dibatas tatap saat bertemu pandang. Bukankah kau sudah berkali-kali berlayar kesana dan tenggelam didalamnya?"
"Hahaha... Aku menyelam, melanglang buanak hiruk pikuk didalamnya. Menjelajahi setiap inchi didalamnya. Ku modifikasi dengan seuntai bait dan secawan tawa. Dan pada setiap akselerasimu, ada peranku didalamnya. Renovasi semua komponenmu agar kompresimu lebih padat, dengan merk "aku"."
"Gila... Katakan bagaimana aku harus tak jatuh hati? Hahaha."
"Begitupun aku. Hei... Bukankah pantulan cermin "mu" adalah "aku"?"
"Cermin adalah sekat bayang yang memisahkan kita jadi dua."
"Yaudah, kalau begitu 'gak usah pakai cermin deh. Framenya aja yang dipakai. Ahahaha..."
"Frame menjadi pembatas paling nyata, rupaya. Siapa yang akan menelusup masuk kepada siapa?"
"Wehe... Frame jadi pembatas ya. Itu sanggahan atau penjabaran? Lalu dunia ini menjadi frame untuk kita, "kamu" dan "aku". Kita sudah sama-sama saling menelusup, mengalir dengan eksotis, lebih cepat tanpa perlu bantuan nitro oksida. Atmosphere kita berubah. Tidak lagi haru, biru, kaku dan kelu."
"Tuhan, benarkah mahluk ini ciptaan-Mu? Jika demikian adanya, biarkan aku melebur bersamanya. Hanyut dalam tiap untaian kata dan sentuhannya. Berkali-kali mati dan hidup kembali untuknya. Terbakar dalam tiap ego dan pesonanya. Kemudian membeku, di dalam hatinya. Jadi udara yang berputar disekelilingnya, jadi senyawa yang selalu melindunginya."
"Haruskah aku terbakar karena setruman listrik dari Gardu, jika voltase mu mampu membuat hatiku gosong, hanya dengan sentuhan?"
"Kami dua element yang saling mematikan. Jika kau bisa tersengat oleh voltaseku, maka akupun telah kau tenggelamkan melalui pandangan mu, menyetubuhi pori-poriku dan jauh masuk ke dasar. Aku terjangkit dalam aura dan nuansamu."
"Tuhan, Kau pun menciptakan mahakarya-Mu dan menjadi salah satu element penting dari bagianku. Maka jangan Kau tentang jika aku ingin dengannya. Tuhan, jika Kau memberikan karma kepadaku, maka ijinkan aku merasakan hal yang terindah itu bersamanya. Tuhan, demikian aku bersyukur kepada-Mu."
"Apa kau masih ingin penawarnya?"
"Penawarnya, terlalu mahalkah, atau terlalu kroniskah sampai harus diberikan penawar? Penawarnya, Kamu!"
"Menurutmu, apakah kau tidak sedang dalam keadaan sekarat? Atau kau menikmati tiap injeksi aku ke dalam mu? Mengalir bersama darahmu, menjelajahi kubikel-kubikel tubuhmu; tiap milimeternya. Ku ciumi setitik demi setitik sudutmu. Menyatu dalam detak dan nafasmu. Menyabotase fungsi hati dan ginjalmu. Mematikanmu."
"Tuhan selalu terlalu maha. Setiap senyuman 3 detikku, dibalasnya dengan 3 tetes airmata."
"Tuhan selalu terlalu sempurna. Masing-masing dari 3 tetes airmata itu, ku tadahkan kedalam celah yang tandus."
"Aku sekarat. Seluruhnya mati fungsi. Bukankah itu yang kau inginkan? Agar tidak ada lagi yang mampu meretas code untuk menghidupkanku, mengaktifkan seluruh komponenku dan mengoperasikannya sesuai harapan mereka. Hanya kamu yang mampu meretas."
"Aku sekarat. Seluruhnya mati fungsi. Bukankah itu yang kau inginkan? Agar tidak ada lagi yang mampu meretas code untuk menghidupkanku, mengaktifkan seluruh komponenku dan mengoperasikannya sesuai harapan mereka. Hanya kamu yang mampu meretas."
....
(with @rioandres)
Wah..berat tulisannya. Ga kayak tulisan gw yg acak kadut.hehehe
ReplyDeleteMantep euy...foll back yah ta
Sibodohmenulis.blogspot.com
Kalo ga salah sih itu.hehehe
Wah..berat tulisannya. Ga kayak tulisan gw yg acak kadut.hehehe
ReplyDeleteMantep euy...foll back yah ta
Sibodohmenulis.blogspot.com
Kalo ga salah sih itu.hehehe