.... ,
Sial. Kata-kata tertahan
disela jemari saat hendak menguraimu lewat tulisan. Padahal rindu telah
mengepul diatas kepala hingga menguap, luruh membasahi hati. Lahar air mata
mengalir pelan diujung mataku, panas. Inilah yang paling aku benci darimu:
Rindu.
Layaknya hilir yang tak
bermuara, aku berarak terombang ambing, digeluti bimbang tiada akhir.
Menunggumu memang bukan perintah, tetapi segenap pikiran dan hatiku telah
bersepakat menutup pintu dan jendela dalam hati rapat-rapat, hingga sesak
kehabisan udara. Kemudian mati, membentuk prasasti dalam hati bertuliskan
namamu; yang sesekali masih ku ziarahi dengan membawa rupa-rupa rindu, yang
perlahan turut menggerogoti hati yang tinggal sisa-sisa.
Kamu percaya hantu? Aku
percaya. Tetapi percayakah kau, tidak semua hantu berasal dari alam ghoib?
Percayalah, sebab sebagian lainnya berasal dari masa lalu. Seperti kamu. Kamu
dan bayang-bayang masa lalu yang telah ku kubur paksa dalam hati – namun kerap
ku ziarahi – sering sekali berkelibat dipikiran. Sesekali mampir dihati,
numpang mengiris bawang diatas luka dan memeras jeruk nipis diatas bekasnya
yang masih menganga. Kamu lupa? Hati bukan kulit luar yang bisa membentuk
koreng dan memastikan lukanya sembuh hanya dengan bekas keloid. Mungkin kamu
lupa.
Benarkah kamu tak rela ku
lupakan? Hingga dengan keji kamu kerap mengungkit aku. Lantas apa artinya pernyataan
“mengapa harus tak rela?”
jawablah sendiri.
No comments:
Post a Comment