.... ,
Suatu ketika disebuah perjalanan menuju akhir cerita; aku berkendara dengan kecepatan yang cukup menegangkan: disaat aku ingin melambat menikmati pemandangan sepanjang jalan.
Tak sadar, kendaraan dibelakangku melaju lebih kencang.
Seketika, aku tertabrak truk tangki yang membawa penuh kenangan. Aku oleng. Muatannya memenuhi sanubariku, membuat segala emosi terpendamku bangkit dari masa lalunya dan mencari sepasang mata yang pernah menatapku dengan cinta yang begitu penuh.
Seat beltku lepas, seakan aku tidak pernah menggunakannya untuk berkendara. Aku membiarkan diriku hanyut dalam ingatan-ingatan yang semestinya ku lupakan. Aku membiarkan semuanya lepas, sampai aku lupa; ada tamparan-tamparan kecil dari gusar sebuah bibir yang mengingatkan aku untuk tetap berada di pijakan.
Setengah sadar, aku berusaha bangun dengan kenangan disekujur tubuh. Beberapa datang mengulurkan tangan, kuraih, tetapi hanya untuk ku lepaskan. Dan aku kembali jatuh berlumuran kenangan.
Kulihat kendaraanku rusak parah. Aku terdiam. Kulihat lagi pengemudiku, ia diam tersenyum getir kearahku. Di dadanya tertancap sebuah kaca seperti panah, basah dengan kenangan. Pandangannya hilang, tapi aku masih bisa menangkap bayanganku samar-samar. Tidak, dia tidak mati dengan luka seperti itu, tetapi ia telah mati dalam hatinya.
Dia pernah berjanji akan membawa aku sampai ke tujuan. Inikah tempat yang ku tuju? Inikah tempat yang ingin dia tuju? Inikah tempat yang akan kita tuju? Atau kecelakaan ini semata hanya peringatan, bahwa banyak rambu yang harus selalu diperhatikan supaya tidak lengah; atau sekadar mengingatkan untuk tidak berjalan terlalu cepat.
Aku menunduk. Kehilangan kata-kata.
Suatu ketika di sebuah perjalanan menuju akhir cerita; aku tengah berduka. Untuk sebuah celaka yang tak terencana, yang membuat semua tak lagi sama.
Suatu ketika di sebuah perjalanan.