Sunday, September 15, 2013

Diam

.... , Malam ini kami mencoba mengadu kata. Ia menantang aku untuk menantangnya menulis. Aku tahu ia bisa menulis, hanya saja dia tidak suka melakukannya. Kemudian kami bertukar kata. Aku memberinya 1 kata, dan ia mengolahnya menjadi serangkaian kalimat:

Diam bukan berarti aku hanya diam.
Banyak yang terlintas di hati maupun pikiran.
Diam itu berarti kegelisahan mulai datang menyerang.
Kenangan dari masa lalu mulai menghantui lagi.
Diam juga bisa membuat dunia seperti tempat hukuman setelah kiamat.
Diam juga membuat aku merasa masa depan itu mengerikan.
Aku tidak ingin hidup di masa depan.
Jadi, lebih baik mati?
.
.
Kadang, aku merasa begitu.

ditulis oleh Rusjana Satyaputra, disela-sela menonton pertandingan sepakbola.

Diam tidak semenakutkan itu, sayang.
Kadangkala, diam adalah jawaban.

ditulis oleh saya, yang gatal untuk membalas kalimatnya - masih disela-sela menonton pertandingan sepakbola.

Diam itu bukan jawaban, sayang.
Diam itu pertanyaan.

ia masih saja bersikeras.

Pertanyaan macam apa yang dilontarkan diam?

 aku lebih bersikeras darinya. Ini pertarungan kata-kata.

Seharusnya kamu tahu, sayang.

ia memang kepala batu.

Tidak semua hal aku tahu, tidak semua ketidaktahuanku kamu tahu.
Kalau diam adalah pertanyaan untukmu,
Maka diam menjadi jawaban bagiku.
.
.
Diam-mu, sayang. Membunuh hatiku.

aku menggencatnya dengan kata-kata.

Aku tidak akan membunuhmu, sayang.
Tidak akan pernah.
.
.
Diam ini biarlah aku jawab sendiri.
Karena diam ini merupakan pertanyaan.

aku tersenyum. Dia tersenyum. Mungkin membosankan untuk sebagian orang, tapi untukku, pertarungan ini lebih menyenangkan. Dibanding bersilat lidah dalam argumen.

15 September 2013. Kamar Kost. Disela-sela pertandingan sepakbola.

Thursday, September 12, 2013

Koma

.... ,
Biarlah aku hanya jadi koma. Memberi kamu singgah untuk melanjutkan yang tertunda.

Biarlah aku hanya jadi koma. Menggenapkan makna untuk melengkapi.

Biarlah aku hanya jadi koma, berdiri diantara barisan kalimatmu hingga jadi sempurna.

Biarlah aku hanya jadi koma, supaya bisa kau temui titik diujung kata.

Biarlah aku hanya jadi koma,

..... dan biarkan dia mengakhiri semuanya.

Dia Bilang

.... ,
She said,                                                                                                                         I said,

Dia bilang, dia tidak bisa hidup tanpa aku.
Dia bilang, dia akan mati tanpa aku.
Padahal dia masih punya mimpi.
Padahal dia masih punya kamu.
Entah siapa kamu.
Tetapi yang pasti, di matanya ada bayangan selain aku.
Dia bodoh, tidak mengindahkan sekelilingnya.
Dia bodoh, sebab melihatku selalu sebagai kamu.
Akankah dia sadar, aku hanya hela napasnya?
Dia bilang, dia tidak bisa hidup tanpa aku
Dia hanya butuh air untuk menyiram kata itu,
hingga hilang dari hati dan logikanya.
Dia bilang, dia akan mati tanpa aku.
Yang dia butuh hanyalah napas tanpa hel, tanpa jeda.
Tetapi dia lupa, jika seperti itu, akan membuat lebih luka.
Dia bilang, dia tidak bisa hidup tanpa aku
Dengan egonya tanpa menoleh kearahku, 

melihat aku yang lebih terluka,
.
.
.
karenanya.


with Santi Riza Utami. Disela-sela waktu kerja.

Lengat

.... ,
Aku butuh diingatkan untuk melupakan.
Sebab namamu layaknya syair lagu cinta sepanjang masa, dan aku tidak pernah bisa lupa.
Sebanyak apapun waktu berusaha bicara.

Aku butuh dilupakan untuk mengingatkan.
Sebab jarak terbentang diantara kita bukan karena satuan ukur, melainkan karena satuan hitung.
Berkali-kali, kamu masih saja belajar membagi.

Aku butuh diingatkan untuk melupakan.
Bahwa sakit yang kau bawa, masih menggenang dalam dada.

Monday, September 09, 2013

Kalau Setiap Tulisan Punya Nyawa

.... ,
Kalau setiap tulisan punya nyawa, pastilah ia sudah mencari kamu.
Mereka akan mengeluhkan tentang aku, tentang bagaimana aku tidak bisa beranjak darimu.
Mereka juga akan bercerita banyak hal, tentang isi hati mereka; yang merupakan isi hatiku.
Lagi-lagi tentangmu.

Kalau setiap tulisan punya nyawa, pastilah aku sudah mati dirajam mereka dengan kalimat-kalimat yang ku buat sendiri.
Mereka akan menangis keras di hadapanku, memintaku untuk berhenti menuliskan tentang kamu.
Mereka akan berteriak lantang di telingaku, "tolong, berhenti!"

Kalau setiap tulisan punya nyawa, pastilah setiap perasaan akan mudah tersampaikan.
Sebab kita tidak perlu bibir untuk bicara, atau sentuhan untuk menyatakan.

Kalau setiap tulisan punya nyawa. Kita pasti sudah lama bersama.

Kalau setiap tulisan punya nyawa.

Perjalanan (2)

.... ,
Saya tidak suka tidur di perjalanan.
Takut-takut kehilangan banyak kesempatan.

Saya tidak suka tidur di perjalanan.
Takut-takut tidak sampai di tujuan, tersasar.

Saya tidak suka tidur di perjalanan.
Takut-takut tidak akan pernah terjaga lagi.

masih ditulis di bus travel dalam perjalanan ke Bandung.

Perjalanan (1)

.... ,
Barisan lampu berjajar sepanjang jalan.
Tiap pendarnya punya cerita sendiri-sendiri.

Seperti ingatan, ia mengalir mengalun.

Perjalanan ini tak sebentar. Entah berapa juta ingatan di kepala, melintas mengelilingi masa.
.
.
.
Barisan kendaraan melaju perlahan.
Diterangi jajaran lampu di sepanjang jalan.

Sebab setiap perjalanan pasti punya tujuan. Untuk pulang.
...
ke Pangkuan-Nya.

ditulis di bus travel dalam perjalanan ke Bandung, lewat pukul 9 malam.

Sunday, September 08, 2013

September

.... ,
September ceria, katanya. Awal bulan ini gue udah lumayan suram melihat kondisi keuangan yang cukup menegangkan. Ritme kehidupan merata naik turun tak menentu, kadang seperti mempermainkan hati dan pikiran. Yah, pasti ada banyak hal yang bisa dipetik dari beragam kejadian lalu lalang yang terjadi.

September ceria, katanya. Dikejar deadline bukan sesuatu yang menceriakan sebenarnya. Tapi gue menikmati setiap ketegangan dihimpit waktu yang semakin menipis. Menyenangkan, walau dibalik itu sering timbul perasaan menyesal "kenapa gak dari dulu ngerjainnya.?" Tapi gue juga tau, kalau gue ngerjain dari dulu; belum tentu juga akan cepat rapih.

Kadang pola pikir yang terlalu "SKS" ini menyusahkan. Tapi yah, itu faktor kebiasaan menahun yang agaknya masih sulit diubah. Sampai detik ini. Bangun yang masih sering mepet dan akhirnya terburu berangkat ke kantor, dan voila, Haha.! Telat. Kebiasaan jaman sekolah untuk sarapan pagi pun, sudah lama hilang begitu saja. Akhirnya bukan makanan yang pertama masuk ke dalam mulut, tapi sudah sebatang dua batang tembakau untuk mengawali hari. Dan banyak hal berubah seiring pertambahan usia dan kebiasaan. Hidup sering terlalu luar biasa memang.

Sebentar lagi pun, akan semakin banyak hal yang berubah. Dari status terutama. Gue belum pernah membayangkan seperti apa rasanya harus melayani orang lain dan hidup bersama dalam kurun waktu selamanya dengan orang yang itu-itu saja. Gue bahkan tidak pernah membayangkan akan melepas lajang di usia yang masih cukup muda, walau gak muda-muda banget. Kadang terpikir, apa iya gue sanggup.? Dengan banyak cita-cita yang masih belum tercapai, dengan banyak hal yang belum kesampaian. Tapi gue pikir lagi, tidak karena status berubah, lantas cita-cita dan visi misi gue dalam hidup lantas berubah. (kecuali untuk tambah tattoo lagi - jujur, gue masih gak paham kenapa tattoo sebaiknya tidak dilakukan dalam keyakinan agama tertentu. Kalau setiap orang berhak untuk mencintai dengan caranya masing-masing, seharusnya menato tubuh adalah bagian dari caranya mencintai dirinya. Entahlah. Tetapi yang pasti, gue akan merindukan perasaan 'menyenangkan' saat di tattoo.)

Tapi bukan berarti gue siap. Bukan berarti juga gue tidak siap. Semuanya hanya akan kembali ke masalah waktu. 

Semoga gue akan baik-baik saja. Semoga semua akan baik-baik saja. September, don't run to fast.


Apa yang tidak KITA bagi.?

.... ,
Apa yang tidak kita bagi.?
Kita saling bertukar karbondioksida. Tak jarang berbagi oksigen.

Apa yang tidak kita bagi.?
Kita saling berbagi pijakan. Tempatmu berdiri, seringkali ku gunakan untuk duduk. Tempatku tidur, seringkali kau gunakan untuk bekerja.

Apa yang tidak kita bagi.?
Kita saling berbagi asap; kadang dari sumbu yang sama. Kadang hanya dalam waktu yang sama. Aku tidak bisa menyukai pekat milikmu seperti kau sanggup bertahan dengan manisnya milik ku.

Apa yang tidak kita bagi.?
Kita saling berbagi cerita. Ah, meskipun itu sudah terlalu biasa.

Apa yang tidak kita bagi.?
Kita saling berbagi ranjang. Kadang kita bersebelahan, kadang kita berlindung dalam peluk selimut dalam telanjang. Sesekali kita saling membelakangi.

Apa yang tidak kita bagi.?
Kita saling berbagi luka. Tidak, itu tidak berarti kita saling melukai atau menyakiti.

Apa yang tidak kita bagi.?
Kita saling berbagi segalanya.
.
.
.
Kecuali cinta.